laman

Rabu, 30 November 2011

PESTISIDA DAN POLUSI TANAH





Sejarah manusia kaya dengan peperangan melawan hama. Lebih dari sepuluh ribu spesies insekta, gulma, nematoda dan penyakit yang dapat menyerang tanaman yang dibudidayakan. Berbagai cara telah dikembangkan untuk mengubah keseimbangan ke arah yang menguntungkan manusia seperti pemilihan kultivar tanaman agar dapat mengatasi dan melawan gulma, hama dan penyakit tanaman. Penggunaan bahan kimia untuk mengendalian hama telah dilakukan sejak berabad-abad yang lalu seperti penggunaan bubur Bordeaux, campuran kapur dan belerang, larutan arsenik, ataupun insektisida alami. Hampir setiap usaha pertanian sejumlah bahan kimia digunakan untuk memberantas gulma, hama dan penyakit, sehingga saat ini banyak sekali jenis pestisida yang digunakan untuk memberantas gangguan hama dan penyakit terhadap tanaman. Keuntungan sesaat untuk mempertahankan produksi pertanian sudah banyak diperoleh dengan penggunaan pestisida, tetapi beragam masalah lingkungan telah pula ditimbulkannya.
Beberapa masalah yang timbul akibat penggunaan pestisida, yaitu telah munculnya kekebalan pada berbagai organisme hama terutama serangga, sehingga untuk memberantasnya diperlukan dosis yang lebih tinggi, timbulnya sisa-sisa pestisida yang mencemari tanah pertanian dan sistem drainase, dan timbulnya efek merusak dari bahan kimia terhadap organisme yang bukan sasaran. Pemberantasan nematoda pada media persemaian tanaman sering berimplikasi terhadap keragaman flora dan fauna tanah pada media semai tersebut. Penggunaan pestisida untuk memberantas hama atau penyakit tertentu sering mensterilisasi ekosistem tanah, sehingga bakteri dan fungi menurun populasinya di dalam tanah. Pengaruh pestisida cukup serius terhadap mikroorganisme pada mineralisasi nitrogen dan nitrifikasi. Masalah-masalah di atas sampai saat ini belum dapat ditanggulangi, sedangkan tanah yang menjadi media tumbuh tanaman pertanian dan biodiversitas penghuni ekosistem tanah menanggung beban yang amat berat karena telah menjadi tempat terakumulasinya bahan pencemar sisa pestisida.
Pestisida yang banyak digunakan saat ini mencakup insektisida, fungisida, herbisida, nematisida, moluskisida, dan akarisida. Di antara pestisida di atas, herbisisida semakin meningkat setiap tahun seiring dengan usaha peningkatan produksi pertanian. Saat ini penggunaan herbisida di dunia mencapai 49.6% dari volume total pestisida (Merrington, dkk. 2002). Dinamika residu pestisida dalam tanah sangat beragam, ada yang mudah larut dalam tanah, dan ada juga yang dapat difiksasi oleh koloid tanah seperti herbisida Paraquat. Paraquat (1,1’-dimethyl-4,4’-dipyridylium dichloride) merupakan herbisida kontak dari golongan piridin yang digunakan untuk mengendalikan gulma yang diaplikasikan purna tumbuh (Humburg, dkk. 1989). Herbisida paraquat merupakan bagian dari kelompok senyawa bioresisten yang sulit terdegradasi secara biologis dan relatif stabil pada suhu, tekanan dan pH normal. Hal ini memungkinkan paraquat teradsorpsi sangat kuat oleh partikel tanah yang menyebabkan senyawa ini dapat bertahan lama di dalam tanah (Sastroutomo, 1992).Paraquat diketahui sebagai senyawa yang sangat toksik, dan keberadaannya di dala tanah sebesar 20 ppm mampu menghambat perkembangan dan aktivitas bakteri Azotobacter dan Rhizobium yang berperan dalam fiksasi nitrogen (Martani, dkk. 2001).
Herbisida Paraquat bila terdisosiasi akan membentuk kation dalam larutan tanah dan akan difiksasi oleh pertukaran kation pada muatan negatif permukaan koloid tanah. Sebagai herbisida kationik, paraquat akan terionisasi sempurna dalam larutan tanah membentuk kation divalen dengan muatan positif terdistribusi di sekeliling molekul, dan paraquat akan segera teradsorpsi dan menjadi tidak aktif ketika kontak dengan koloid tanah (Muktamar, dkk. 2003). Koloid mineral dan organik tanah adalah komponen aktif tanah yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses adsorpsi dan desorpsi herbisida di dalam tanah dan lingkungan. Ikatan Paraquat yang terdisosiasi dengan koloid berbentuk ikatan kovalen sehingga fiksasi residu herbisida ini sangat kuat, sehingga menjadi tidak aktif di dalam tanah. Paraquat dapat masuk dalam ikatan antar lapisan kristal liat sehingga sangat kuat difiksasi secara kovalen. Afinitas mineral tanah terhadap paraquat sangat tinggi pada konsentrasi paraquat rendah, tetapi dengan semakin tinggi konsentrasinya di dalam tanah dimana kapasitas adsorpsinya telah terjenuhi maka paraquat akan terkonsentrasi pada larutan tanah.
Tingginya konsentrasi paraquat dalam larutan tanah, apabila datang hujan, paraquat akan terbawah oleh aliran perkolasi ke dalam tubuh tanah dan masuk ke dalam sistem drainase sehingga dapat mencemari lingkungan. Adsorpsi herbisida oleh partikel tanah akan menyebabkan herbisida tersebut tidak efektif dalam mengendalikan gulma dan bila akumulasinya di dalam tanah tinggi, maka hal ini merupakan suatu residu yang dapat mencemari lingkungan. Muktamar, dkk (2003) dari penelitiannya pada bahan mineral Ultisol yang memiliki KTK 14.5 cmol kg-1 dan kadar liat 54%, dan pada bahan mineral Entisol berkadar liat 38% dengan KTK 10.5 cmol kg-1 menghasilkan persamaan adsorpsi paraquat seperti berikut :
Y = 0.15 + 1.89X (r2 = 0.99, pada Ultisol)
Y = 1.13 + 0.67X (r2 = 0.92, pada Entisol)
Selanjutnya bila paraquat dicobakan dengan erapan bahan organik akan memberikan persamaan adsorpsi sebagai berikut (Muktamar, dkk. 2004) :
Y = 0.0145 + 0.14X (r2 = 0.91)
Dimana Y = adsorpsi paraquat (cmol kg-1); X = konsentrasi paraquat yang diberikan (mol L-1). Dari kedua persamaan pertama terlihat bahwa paraquat yang diberikan pada tanah Ultisol akan teradsorpsi sempurna pada dosis yang diberikan 0.53 mol L-1 (100 ppm) sampai 1.61 mol L-1 (300 ppm), dan pada Entisol paraquat akan teradsorpsi sempurna antara 0.53 mol L-1 sampai 1.07 mol L-1 (200 ppm). Sementara pada bahan organik walaupun membentuk garis linier terlihat bahwa erapan mengikuti pola isoterm tipe L, yang merupakan bentuk normal isoterm Langmuir yang mewakili afinitas yang relatif tinggi dari adsorben yaitu bahan organik tanah, dan zat terlarut dalam hal ini paraquat dimana pada level awal isoterm dan level off pada saat adsorpsi maksimum. Kapasitas adsorpsi maksimum dicapai pada nilai 7.14 cmol kg-1, sehingga di atas kapasitas ini dimungkinkan pemberian paraquat akan masuk ke dalam sistem larutan tanah. Selanjutnya dikatakan bahwa pada saat konsentrasi herbisida paraquat di dalam larutan kesetimbangan > 0.6 mmol L-1, terdapat erapan yang tidak menggambarkan mekanisme yang jelas. Erapan ini dianggap sebagai refleksi dari mekanisme lain selain adsorpsi seperti chemisorption atau ligan exchange. Sebenarnya model erapan tersebut dapat saja terjadi pada mekanisme diffuse-ion swam.
Sebaliknya, banyak pestisida yang tidak diikat dengan erapan kuat di permukaan koloid tanah, sehingga residu pestisida ini dapat tercuci bahkan sampai ke aliran air bawah tanah atau akuifer. Menurut Suparno (1999), bila herbisida tidak teradsorpsi kuat oleh partikel tanah atau mengalami desorpsi oleh air hujan, maka kemungkinan herbisida tersebut terbawa oleh aliran permukaan menuju air tanah (ground water).
Residu pestisida dengan koefisien erapan rendah akan mudah termobilisasi di dalam tanah. Pergerakan di dalam tanah dapat melalui difusi dan aliran massa. Kebanyakan pergerakan pestisida melalui difusi, tetapi pergerakan melalui aliran massa sangat menentukan penyebaran residu pestisida di dalam tanah. Pergerakan residu pestisida di dalam tanah melalui aliran massa ini sangat dipengaruhi oleh konduktivitas hidrolik tanah dan kelebihan curah hujan atau irigasi. Desorpsi paraquat dapat menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan perairan, sehingga dapat menurunkan kualitas air sebagai sumber kehidupan dan mempengaruhi kehidupan organisme lain yang bukan sasaran. Paraquat di dalam tanah dengan konsentrasi 20 ppm dapat menghambat pertumbuhan bakteri Azotobacter dan Rhizobium yang berperan dalam fiksasi nitrogen (Martani, dkk. 2001).
Kebanyakan herbisida yang digunakan saat ini berbahan aktif, glyphosate yang bersifat tidak selektif. Herbisida ini dapat mengendalikan semua gulma melalui beragam mekanisme seperti reduksi klorofil dan karotenoid. Herbisida Glyphosate 2,4-D (2,4-dichlorophenoxyacetic acid) bersifat sistemik, yaitu pestisida ini dapat terserap ke dalam jaringan tanaman. Karena bersifat sistemik, residu pestisida ini mudah ditranslokasikan oleh tanaman ke daerah perakaran/rizosfer, mikroorganisme di rizosfer akan terganggu keseimbangannya. Penggunaan beragam pestisida dapat merusak populasi mikroorganisme di daerah perakaran. Nodulasi pada kacang-kacangan sering terganggu atau tidak terbentuk nodul karena penggunaan pestisida.
Insektisida merupakan pestisida yang cukup besar diproduksi dan digunakan pada sektor pertanian di Indonesia selain herbisida dan fungisida. Ada tiga golongan insektisida yang terkenal sebelum dan selama ini, yaitu 1) golongan organokhlorin, 2) golongan organofosfat, dan 3) golongan karbamat.
Golongan pestisida organokhlorin ini mempunyai tiga sifat utama, yaitu merupakan racun yang universal, degradasinya berlangsung sangat lambat, dan larut dalam lemak. Pestisida ini merupakan senyawa yang tidak reaktif, bersifat stabil, dan persisten, serta terkenal sebagai ’broad spectrum insectisides’, yaitu jenis pestisida yang paling banyak menimbulkan masalah. Oleh karena itu pestisida golongan organokhlorin di Indonesia tidak diperkenankan lagi untuk dipergunakan pada sektor pertanian. Jenis organokhlorin yang dikenal sebelum ini yaitu DDT, endrin, dieldrin, lindane, aldrin, chlondane.
Golongan insektisida organofosfat digunakan sebagai pengganti DDT setelah adanya pelarangan terhadap DDT di Indonesia. Golongan pestisida ini sangat potensial, bersifat selektif dan efeknya cepat, tidak menimbulkan toleransi pada serangga apabila diberikan dengan takaran, cara dan saat yang tepat, serta irreversible, artinya enzim cholinestesarase yang terikat pestisida ini tidak dapat berfungsi normal kembali tanpa dipisahkan ikatannya dari organofosfat. Oleh karena itu pestisida ini mempunyai sifat lebih toksik terhadap manusia daripada pestisida golongan organokhlorin walaupun golongan organofosfat dapat dinonaktifkan (deaktifasi) di lingkungan (Ahmadi, 1994). Golongan organofosfat diantaranya adalah parathion, malathion, syntox, chlorthion, decaptan, diazinon, dan phosdrin.
Pestisida golongan karbamat merupakan derivat asam karbonik dengan rumus RHNCOOR. Sifat pestisida ini mirip dengan pestisida golongan organofosfat, tidak berakumulasi dalam sistem kehidupan, tetap agak cepat menurun. Toksisitasnya bermacam-macam adalah yang lebih kecil dari DDT dan ada juga yang lebih besar empat kali DDT. Penggunaan pestisida ini sudah cukup luas, baik pada bidang pertanian maupun bidang kesehatan masyarakat. Jenis golongan karbamat antara lain furadan, ferban, baygon, carbaryl (Sevin).
Namun, saat ini penggunaan pestisida telah menimbulkan berbagai masalah. Masalah pertama adalah timbulnya kekebalan pada berbagai organisme hama, sehingga untuk memberantasnya memerlukan dosis yang lebih tinggi; kedua, timbulnya residu pestisida yang mencemari lingkungan; dan ketiga, timbulnya efek merusak dari bahan kimia terhadap organisme yang bukan sasaran. Banyak pestisida yang dikembangkan saat ini bersifat selektif terhadap target gulma, hama dan vektor penyakit, tetapi hampir tidak mungkin pestisida tersebut tidak kontak dengan non target, bahkan petani pemakai sendiri dapat terkena dampaknya. Pada umumnya petani sering menggunakan pestisida bukan atas dasar keperluan secara indikatif, tetapi mereka menjalankan cara ’cover blanket system’, yaitu ada atau tidak ada hama tanaman tetap dilakukan penyemprotan dengan pestisida yang membahayakan dan teknik penyemprotan yang tidak memenuhi standar prosedur yang benar. Terhadap manusia lainnya, bahwa pestisida yang disemprotkan pada tanaman pangan akan meninggalkan residu dalam tanaman sehingga dapat mempengaruhi hewan atau manusia yang mengkonsumsinya.
Pestisida yang diaplikasikan dalam produksi pertanian dapat berimplikasi pada perubahan keseimbangan ekologi tanah, baik merusak organisme non target maupun merubah karakteristik fisiko-kimia tanah yang berimplikasi pada komposisi organisme tanah.Tanah yang menjadi tempat tumbuh dan hidupnya organisme menanggung beban yang amat berat karena dapat menjadi tempat terakumulasinya residu pestisida. Aplikasi pestisida dilakukan dengan memberikannya ke tanah, dan ke tanaman melalui penyemprotan. Pestisida yang disemprotkan pada tanaman dapat terakumulasi ke tanah karena kelebihan penyemprotan, aliran melalui batang tanaman, translokasi dalam jaringan tanaman ke tanah melalui akar atau dari sisa tanaman. Menurut Rasyidi (2008) pestisida merupakan sumber dari non point source (NPS) pollutants yang digunakan dalam budidaya pertanian dan dapat menyisakan residu dalam tanah, tanaman, dan air. Air hujan dapat melarutkan pestisida yang tertahan dalam permukaan tajuk tanaman, cabang dan ranting, selanjutnya mengalir ke permukaan tanah. Melalui peristiwa infiltrasi, larutan pestisida tersebut dapat masuk ke dalam tanah, dan/atau terbawa aliran permukaan, yang selanjutnya masuk ke dalam sungai atau badan air lainnya, dan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Sayuran merupakan komoditas dengan penggunaan pestisida relatif tinggi dibanding komoditas lainnya. Hasil peneliti Abdul-Muti, dkk (2000) memperlihatkan tanah pada budidaya sayuran diketahui mengandung residu pestisida yang berbahaya seperti BHC, endosulfan, dan dieldrin (senyawa organoklorin), klorpirifos (organofosfat), dan karbonfuran (karbamat) (Tabel 3).

Tabel 3. Residu bahan aktif pestisida di dalam tanah pada pertanaman sayuran dataran tinggi Pangalengan (Abdul-Muti, dkk. 2000)
1) BHC; 2) Klorpirifos; 3) Endosulfan; 4) Karbofuran; 5) Dieldrin

Di antara berbagai macam pestisida, ada beberapa jenis yang resisten atau sukar terdegradasi dengan paruh waktu (half time) lama, sehingga residu pestisida tersebut dapat bertahan lama di dalam tanah dan tanaman. Beberapa penelitian membuktikan bahwa residu pestisida dari senyawa organoklorin, seperti lindan, aldrin, dieldrin, heptaklor, DDT, dan endrin masih ditemukan di dalam tanah dan air, meskipun jenis-jenis insektisida tersebut sebenarnya sudah dilarang kecuali endosulfan yang masih dipergunakan sampai sekarang. Hal tersebut membuktikan bahwa insektisida dari senyawa organoklorin sangat resisten, padahal penggunaannya telah dilakukan sejak 20 tahun yang lalu. Tingkat persistensi insektisida organoklorin dapat mencapai 30 tahun. Abdul-Muti, dkk (2000) mendapatkan adanya residu bahan aktif pestisida dengan kandungan yang umumnya telah melampaui batas ADI (acceptable daily intake) di dalam tanaman seperti kentang, tomat, kubis, dan cabe.

lowongan pekerjaaan ASKEB

Grup perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang berkantor pusat di Jakarta dan lokasi proyek di Sumatera dan Kalimantan. Saat ini perusahaan membutuhkan tenaga professional untuk posisi sebagai:



Advertised: 15-11-11 | Closing Date: 15-12-11
Asisten Kebun
Jakarta Raya - Jambi

Responsibilities:
Mengelola kebun kelapa sawit secara professional dan bertanggungjawab


Requirements:
Pria, belum menikah,
Usia maksimal 27 tahun
Menguasai MS. Office
Pendidikan Minimal S1 Pertanian: Agronomi/Budidaya Pertanian, Ilmu Tanah, Sosial Ekonomi Pertanian
IPK minimal 2,75 (skala 4)
Lebih disukai yang berpengalaman dan juga terbuka untuk Fresh Graduate
Bersedia ditempatkan di lokasi proyek

Kirimkan surat lamaran beserta CV Anda ke alamat e-mail:

hrd.agrobisnis@gmail.com

Cantumkan posisi yang Anda maksud pada subjek e-mail

Minggu, 27 November 2011

Ruang Terbuka Hijau


Secara definitif, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspacesadalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat  tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya  pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota.


Sejumlah areal  di  perkotaan, dalam beberapa dasawarsa terakhir  ini,  ruang publik,  telah tersingkir akibat pembangunan gedung-gedung yang cenderung berpola “kontainer”(container  development) yakni bangunan yang secara sekaligus dapat menampung berbagai aktivitas sosial ekonomi, seperti Mall, Perkantoran, Hotel, dlsbnya, yang berpeluang menciptakan kesenjangan antar lapisan masyarakat. Hanya orang-orang kelas menengah ke atas saja yang “percaya diri” untuk  datang ke tempat-tempat semacam itu.

Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir disemua kota besar di Indonesia, Ruang terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari luas kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada


Kebijaksanaan pertanahan di perkotaan yang sejalan dengan aspek lingkungan hidup adalah jaminan terhadap kelangsungan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau ini mempunyai fungsi “hidro-orologis”, nilai estetika dan seyogyanya sekaligus sebagai wahana interaksi sosial bagi penduduk di perkotaan. Taman-taman di kota menjadi wahana bagi kegiatan masyarakat untuk acara keluarga, bersantai, olah raga ringan dan lainnya. Demikian pentingnya ruang terbuka hijau ini, maka hendaknya semua pihak yang terkait harus mempertahankan keberadaannya dari keinginan untuk merobahnya.


Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) Dan Ruang Terbuka  Hijau Binaan (RTH Binaan).

Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) 
Ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, di dominasi oleh tanaman yang tumbuh secara alami atau tanaman budi daya. Kawasan hijau lindung terdiri dari cagar alam di daratan dan kepulauan, hutan lindung, hutan wisata, daerah pertanian, persawahan, hutan bakau.

Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB) 
Ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di dominasi oleh perkerasan buatan dan sebagian kecil tanaman.
Kawasan/ruang  hijau terbuka binaan sebagai upaya menciptakan keseimbangan antara ruang terbangun dan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota, peresapan air, pencegahan polusi  udara dan perlindungan terhadap flora.
(sumber : rustam2000.wordpress.com/ruang-terbuka-hijau)

ITCZ (Intertropical Convergence Zone )


Fenomena ITCZ
Menurut Threwartha dan Horn (1968), ITCZ adalah garis atau zona yang berkaitan dengan pusat sirkulasi siklonik yang memiliki tekanan udara yang sangat rendah dari daerah sekitarnya dan berada di antara dua cekungan equatorial.
Menurut NOAA, ITCZ is an area of low pressure that forms where the Northeast Trade Wind meet the Southeast Trade Wind near the earth’s equator.
ITCZ adalah suatu zona di sekitar equator (garis khatulistiwa) yang memiliki tekanan lebih rendah dari daerah di sekitarnya. Hal ini menyebabkan adanya aliran udara global dari lintang 300 LU dan 300 LS mengalir ke arah equator, sehingga secara tidak langsung akan membawa polutan dalam udara termasuk karbondioksida (CO2) yang dihasilkan di lintang tengah ke daerah tropis.

Pergerakan ITCZ dipengaruhi oleh peredaran matahari sehingga diperoleh :
November – Januari : di selatan equator
Maret dan September : melewati equator
Juni – Agustus : di utara equator

Pengaruh ITCZ
  1. Naiknya insolasi atau intensitas penyinaran matahari
  2. Terbentuknya awan cumulus
  3. Hujan konvergen
  4. Angin ribut (thundershower)
Pengaruh ITCZ bagi Indonesia

­Adanya garis ITCZ yang melewati Indonesia sebanyak dua kali akan berpengaruh pada sirkulasi monsunal

Hargai Apa Yang Kita Miliki


Ditulis oleh: ----

Faizin,

Pernahkah Faizin mendengar kisah Helen Kehler?
Dia adalah seorang perempuan yang dilahirkan
dalam kondisi buta dan tuli.

Karena cacat yang dialaminya, dia tidak bisa
membaca, melihat, dan mendengar. Nah, dlm
kondisi seperti itulah Helen Kehler dilahirkan.

Tidak ada seorangpun yang menginginkan
lahir dalam kondisi seperti itu. Seandainya
Helen Kehler diberi pilihan, pasti dia akan
memilih untuk lahir dalam keadaan normal.

Namun siapa sangka, dengan segala
kekurangannya, dia memiliki semangat hidup
yang luar biasa, dan tumbuh menjadi seorang
legendaris.

Dengan segala keterbatasannya, ia mampu
memberikan motivasi dan semangat hidup
kepada mereka yang memiliki keterbatasan
pula, seperti cacat, buta dan tuli.

Ia mengharapkan, semua orang cacat seperti
dirinya mampu menjalani kehidupan seperti
manusia normal lainnya, meski itu teramat sulit
dilakukan.

Ada sebuah kalimat fantastis yang pernah
diucapkan Helen Kehler:

    "It would be a blessing if each person
     could be blind and deaf for a few days
     during his grown-up live. It would make
     them see and appreciate their ability to
     experience the joy of sound".


Intinya, menurut dia merupakan sebuah anugrah
bila setiap org yang sudah menginjak dewasa
itu mengalami buta dan tuli beberapa hari saja.

Dengan demikian, setiap orang akan lebih
menghargai hidupnya, paling tidak saat
mendengar suara!

Sekarang, coba Faizin bayangkan sejenak....

......Faizin menjadi seorang yang buta
dan tuli selama dua atau tiga hari saja!

Tutup mata dan telinga selama rentang waktu
tersebut. Jangan biarkan diri Faizin melihat
atau mendengar apapun.

Selama beberapa hari itu Faizin tidak bisa
melihat indahnya dunia, Faizin tidak bisa
melihat terangnya matahari, birunya langit, dan
bahkan Faizin tidak bisa menikmati musik/radio
dan acara tv kesayangan!

Bagaimana Faizin? Apakah beberapa hari cukup berat?
Bagaimana kalau dikurangi dua atau tiga jam saja?

Saya yakin hal ini akan mengingatkan siapa saja,
bahwa betapa sering kita terlupa untuk bersyukur
atas apa yang kita miliki. Kesempurnaan yang ada
dalam diri kita!

Seringkali yang terjadi dalam hidup kita adalah
keluhan demi keluhan.... Hingga tidak pernah
menghargai apa yang sudah kita miliki.

Padahal bisa jadi, apa yang kita miliki merupakan
kemewahan yang tidak pernah bisa dinikmati
oleh orang lain.  Ya! Kemewahan utk orang lain!

Coba Faizin renungkan, bagaimana orang yang
tidak memiliki kaki? Maka berjalan adalah sebuah
kemewahan yang luar biasa baginya.

Helen Kehler pernah mengatakan, seandainya ia
diijinkan bisa melihat satu hari saja, maka ia yakin
akan mampu melakukan banyak hal, termasuk
membuat sebuah tulisan yang menarik.

Dari sini kita bisa mengambil pelajaran, jika kita
mampu menghargai apa yang kita miliki, hal-hal
yang sudah ada dalam diri kita, tentunya kita akan
bisa memandang hidup dengan lebih baik.

Kita akan jarang mengeluh dan jarang merasa susah!
Malah sebaliknya, kita akan mampu berpikir positif
dan menjadi seorang manusia yang lebih baik


************** Resource Box ***************

Emisi, Penyebab Pemanasan Global


Banyaknya kendaraan bermotor di permukaan bumi mengakibatkan meningkatnya emisi gas buang sebagai residunya. Seperti yang telah diketahui, emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran mesin kendaraan baik itu kendaraan beroda, perahu aatau kapal, dan pesawat terbang.
Secara langsung dan tak langsung emisi menyumbangkan lebih dari 35%. Tidak semua gas beracun dapat menyebabkan emisi CO2 dari waktu ke waktu terus meningkat baik pada tingkat global, regional, nasional pada suatu negara maupun lokal untuk suatu kawasan. Hal ini terjadi karena semakin besarnya penggunaan energi dari bahan organik (fosil), perubahan tataguna lahan dan kebakaran hutan, serta peningkatan kegiatan antropogenik.
pembuangan emisi industri ke atmosfer

Walaupun emisi CO2 dikatakan besar, tetapi sampai saat ini belum terdapat alat untuk mengakumulasi emisi CO2 ini. Kalaupun ada baru terbatas pada emisi yang dihasilkan oleh kebakaran hutan yang terdapat di Sulawesi Tengah dan Kalimantan Tengah. Alat ukur yang terdapat saat ini baik di tepi jalan raya atau dari satelit, bukan mengukur emisi CO2 tetapi konsentrasi dari CO2. Antara emisi dan konsentrasi berbeda baik definisi maupun satuannya.
Pemanasan global merupakan peristiwa meningkatnya temperatur rata-rata di seluruh permukaan bumi yang disebabkan karena akumulasi panas di atmosfer yang disebabkan oleh efek rumah kaca. Efek Rumah Kaca ialah fenomena menghangatnya bumi karena radiasi sinar matahari dari permukaan bumi dipantulkan kembali ke angkasa yang terperangkap oleh "selimut" dari gas-gas CO2 (karbon dioksida), CH4 (metana), N2O (nitrogen dioksida), PFCS (perfluorokarbon), HFCS (hidrofluorokarbon), dan SF6(sulfurheksafluorida). Hubungan Perubahan Iklim, Efek Rumah Kaca, dan Pemanasan Global adalah Efek Rumah Kaca menyebabkan terjadinya Pemanasan Global yang dapat menyebabkan Perubahan Iklim. Hubungan di antara ketiganya adalah hubungan sebab-akibat. (sumber wwf.or.id).
ilustrasi stiker lolos uji emisi yang pernah diwacanakan dibuat oleh pemerintah
Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan (Pasal 1 angka 19 UU Nomor 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup). Perubahan iklim dapat dilihat dari beberapa tanda, antara lain adalah perubahan suhu, tekanan udara, angin, curah hujan, dan kelembaban.
Pemanasan global dan perubahan iklim saat ini menjadi hal terhangat yang paling banyak dibicarakan oleh masyarakat dunia. Bahkan telah dilakukan konferensi rutin tentang perubahan iklim yang diikuti oleh negara-negara di seluruh dunia. Di dalam konferensi tersebut membahas mengenai penyebab dan cara untuk mengatasi maupun mengurangi perubahan iklimyang terjadi di bumi kita ini.

Konferensi Lingkungan Hidup 2011


Pengumuman  :

EGSA Fakultas Geografi UGM mempersembahkan :
Konferensi Lingkungan Hidup 2011 "Call For Paper"
Tema : Strategi Pengelolaan Lingkungan dalam Upaya Mengatasi Permasalahan Global

Acara Konferensi Lingkungan Hidup ini diadakan dengan latar belakang bahwa Tingkat Degradasi Lingkungan yang terjadi di Indonesia belum maksimal, padahal seperti yang kita ketahui bahwa kita sebagai masyarakat Indonesia setiap harinya selalu hidup berdampingan dengan Bencana.



Konferensi Lingkungan Hidup yang akan diselenggarakan membahas sub-sub tema seperti :
1. Pengelolaan Limbah dan Sampah
2. Penataan Ruang Terbuka Hijau
3. Penanggulangan Krisis Air Bersih
4. Pengelolaan Lingkungan Daerah Pesisir

Sub-sub tema tersebut akan dipresentasikan atau dibawakan oleh para pemakalah yang telah lolos dalam  seleksi pengumpulan abstract, dengan persyaratan peserta pemakalah seperti berikut :
1. Peserta merupakan mahasiswa aktif dari jenjang D3, S1, dan juga S2
2. Karya (paper) yang dikirim merupakan karya perorangan maupun karya tim maksimal 2 (dua) orang
3. Karya (paper) merupakan karya yang masih orisinil, belum pernah dilombakan atau dipublikasikan
4. 1 (satu) tim atau orang diperbolehkan mengirim lebih dari 1 abstract, tapi bila lolos hanya akan diambil 1 (satu) abstract saja

Pengumpulan abstract beserta CV peserta pemakalah (free) dapat dikirim ke : egsageo.ugm@gmail.com

Tanggal Penting :
Pengumpulan abstract dimulai tanggal 11 - 30 Oktober 2011
Pengumuman abstract tanggal 1 November 2011, yang berikutnya dapat dilanjutkan dengan pembuatan Karya Tulis (paper) bagi para peserta pemakalah yang lolos abstractnya.
Pembuatan Kary Tulis (paper) tanggal 1 November - 5 Desember 2011

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi :
Sdri. Elok Surya Pratiwi (085743808051) atau
Sdri. Eka Ayu Indramaya (085725286565)



Para peserta yang lolos dalam seleksi Abstract EGSAFAIR Call For Paper "Konferensi Lingkungan Hidup 2011" dapat dilihat disini : Peserta Lolos Abstract Konferensi Lingkungan Hidup 2011

sedangkan untuk mengetahui bagaimana prosedur dalam pembuatan Makalah (Full Paper) dapat dilihat disini : Prosedur Tata Cara Penulisan Full Paper Konferensi Lingkungan Hidup 2011

Terdapat perubahan Jadwal Pembuatan Makalah (Full Paper) menjadi : mulai tanggal 1 November - 2 Desember 2011 jam 21.00 WIB dan Hasil Seleksi Full Paper akan diumumkan pada tanggal 9 Desember 2011
Atas perhatian dan partisipasinya kami ucapkan terima kasih.

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi :
Sdri. Elok Surya Pratiwi (085743808051)

Defendisi Hutan

Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.
Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan